Sifat Kalam Allah SWT

Kalam Allah SWT tidak berupa huruf maupun suara
Kalam Allah SWT bukanlah berbentuk seperti huruf maupun suara


Pendapat Para Ulama mengenai Kalam Allah SWT :

Syeikh Mahmud Mukhtar (Cirebon) dalam kitabnya I’anah arrafiq ‘ala nazm sulam attaufiq

“Kalam Allah sebagaimana semua sifat-sifatNya adalah qadim bukan suara, bukan huruf dah hija’ bukan dengan I’rab dan bina’. Jadi, Allah berbeda dengan semua makhluk baik itu dzat, af’al maupun sifatNya.”

KH. Misbah Zaenal Musthafa (Bangilan, Tuban) dalam bukunya Al Fushul al arba’iniyyah fi muhimmat al masail addiniyah.

“Allah memiliki sifat-sifat qadim (tidak memiliki permulaan) yang tetap bagiNya, yaitu hayat, ilmu, qufrah,iradah, sam’, bashar dan kalam yang bukan dari jenis huruf dan suara”

KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addari (Bekasi) dalam kitabnya “Ta’liqat ‘ala matn al-jawharah”

“Dan sifat kalam, yakni kalam an-Nafsi, dengan makna bahwa kalam adalah sifat yang qadim yang tetap bagi dzat Allah, bukan huruf, bukan suara, dan tidak berlaku bagiNya didahului dan diakhirkan”

Guru Muhammad Thahir Jam’an (Jatinegara) di dalam bukunya “Mensucikan hati di dalam menyatakan masalah ‘aqaid al iman”

“Kalam Allah artinya sifat yang qadim yang tetap bag dzat Allah ta’ala yang berta’alluq (berkaitan) dengan apa yang ilmunya berta’alluq dengannya dan suci dari terdahulu dan terkemudian, suci dari suara dan uruf serta segala sifat makhluq.”


Itulah beberapa pendapat ulama yang sebenarnya masih banyak pendapat-pendapat lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai pendapat tersebut, anda dapat membeli buku “Argumen Ahlussunnah al jama’ah” karya Abu abdilah.
Dari beberapa pendapat para ulama diatas, dapat kita ketahui bahwa Kalam Allah SWT ada dua macam. Yaitu :


Kalam an-Nafsi

Kalam an-Nafsi adalah kalam yang tidak berhuruf dan tidak bersuara. Kalam inilah yang dimaksud oleh ke empat ulama diatas. Kita telah ketahui bersama jika Nabi Musa AS mendapat gelar khusus yaitu “Kalimullah” yang bermaksud bahwa Nabi Musa AS mendapat nikmat khusus untuk berbicara kepada Allah SWT yaitu kalam an-Nafsi.

Jadi tidak benar jika Nabi Musa AS berbicar kepada Allah dengan bentuk suara maupun huruf karena perkataan dengan huruf dan suara merupakan kalam makhluq. Pada hari kiamat para manusia juga akan mendengar kalamullah yang bersifat an-Nafsi dan mereka  memahami setiap perkara yang diajukan oleh Allah SWT seperti yang terdapat di dalam hadits Shahih Bukhari dalam bab zakat berikut :

١٣٢٤ - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ النَّبِيلُ أَخْبَرَنَا سَعْدَانُ بْنُ بِشْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُجَاهِدٍ حَدَّثَنَا مُحِلُّ بْنُ خَلِيفَةَ الطَّائِيُّ قَالَ سَمِعْتُ عَدِيَّ بْنَ حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كُنْتُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَهُ رَجُلَانِ أَحَدُهُمَا يَشْكُو الْعَيْلَةَ وَالْآخَرُ يَشْكُو قَطْعَ السَّبِيلِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا قَطْعُ السَّبِيلِ فَإِنَّهُ لَا يَأْتِي عَلَيْكَ إِلَّا قَلِيلٌ حَتَّى تَخْرُجَ الْعِيرُ إِلَى مَكَّةَ بِغَيْرِ خَفِيرٍ وَأَمَّا الْعَيْلَةُ فَإِنَّ السَّاعَةَ لَا تَقُومُ حَتَّى يَطُوفَ أَحَدُكُمْ بِصَدَقَتِهِ لَا يَجِدُ مَنْ يَقْبَلُهَا مِنْهُ ثُمَّ لَيَقِفَنَّ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْ اللَّهِ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ حِجَابٌ وَلَا تَرْجُمَانٌ يُتَرْجِمُ لَهُ ثُمَّ لَيَقُولَنَّ لَهُ أَلَمْ أُوتِكَ مَالًا فَلَيَقُولَنَّ بَلَى ثُمَّ لَيَقُولَنَّ أَلَمْ أُرْسِلْ إِلَيْكَ رَسُولًا فَلَيَقُولَنَّ بَلَى فَيَنْظُرُ عَنْ يَمِينِهِ فَلَا يَرَى إِلَّا النَّارَ ثُمَّ يَنْظُرُ عَنْ شِمَالِهِ فَلَا يَرَى إِلَّا النَّارَ فَلْيَتَّقِيَنَّ أَحَدُكُمْ النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
1324. Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim an-Nabil telah mengabarkan kepada kami Sa'dan bin Bisyir telah menceritakan kepada kami Abu Mujahid telah menceritakan kepada kami Muhilla bin Khalifah ath-Tha'iy berkata; aku mendengar 'Adiy bin Hatim radliallahu 'anhu berkata; "Aku pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba-tiba datang dua orang yang seorang diantaranya mengeluhkan kefaqiran yang menimpanya dan yang seorang lagi mengadukan tentang para perampok di jalanan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Adapun para perampok, dia tidak akan datang kepada kalian kecuali sedikit hingga rambongan dagang berangkat menuju Makkah tanpa gangguan. Adapun kefaqiran, tidak akan terjadi hari qiyamat hingga terjadi seseorang dari kalian berkeliling membawa shadaqahnya namun dia tidak mendapatkan orang yang mau menerimanya. Kemudian (pada hari qiyamat) pasti setiap orang dari kalian akan berdiri di hadapan Allah dimana antara dirinya dan Allah tidak ada tabir dan tidak ada penterjemah yang akan menjadi juru bicara baginya. Lalu Allah pasti akan berfirman: "Bukakankah aku sudah memberimu harta?". Lalu orang itu berkata,: "Benar". Kemudian Allah berfirman lagi: "Bukankah aku sudah mengutus seeorang rasul kepadamu?". Orang itu berkata; "Benar". Maka orang itu memandang ke sebelah kanannya namun dia tidak melihat sesuatu kecuali neraka. Lalu dia melihat ke sebelah kirinya namun dia juga tidak melihat sesuatu kecuali neraka. Karena itu, jagalah kalian dari neraka sekalipun dengan (bershadaqah) sebutir kurma. Jika dia tidak memilikinya maka dengan berkata yang baik".

Kelak di hari kiamat Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dalam waktu yang sangat singkat. Seandainya Allah menghisab mereka dengan suara, susunan huruf, dan dengan bahasa, maka Allah akan membutuhkan waktu beratus-ratus ribu tahun untuk menyelesaikan hisab tersebut, karena makhluk Allah sangat banyak.

Namun, skarang-sekarang ini muncul pemikiran-pemikiran dari beberapa orang liberal yang mengatakan bahwa mungkin saat ini Allah SWT telah menghisab mereka yang meninggal dengan argument bahwa tidak mungkin Allah SWT menghisab seluruh manusia ketika kiamat. Na’udzubillah

Kalam al-Lafdzi

Yang dimaksud dengan kalam al-Lafdzi adalah lafadz yang megibaratkan kalam an-nafsi itu sendiri. Adapun pengertian lain yaitu kalam yang disiptakan Allah SWT yang diletakkan di Lauh Mahfudz.



Mengenai Al-Qur’an adalah kalamullah

Al-Qur’an sebagai kalamullah secara pemaknaannya memiliki dua pengertian, yaitu :

Pertama : (al-Lafzh al-Munazzal) maka ia adalah makhluk (diciptakan).

Al-Qur’an dalam pengertian lafazh-lafazh yang diturunkan (al-Lafzh al-Munazzal), yang ditulis dengan tinta di antara lebaran-lembaran kertas (al-Maktub Bain al-Masha-hif), yang dibaca dengan lisan (al-Maqru’ Bi al-Lisan), dan dihafalkan di dalam hati (al-Mahfuzh Fi ash-Shudur). Al-Qur’an dalam pengertian ini maka tentunya ia berupa bahasa Arab, tersusun dari huruf-huruf, serta berupa suara saat dibaca.

Al-Qur’an dalam pengertian pertama adalah sebagai ungkapan dari sifat Kalam Allah adz-Dzati. Maka al-Qur’an yang berupa kitab yang kita baca dan kita hafalkan, tersusun dari huruf-huruf, dan dalam bentuk bahasa Arab, bukan sebagai Kalam Allah al-Dzati (sifat Kalam Allah), melainkan kitab tersebut adalah ungkapan (‘Ibarah) dari Kalam Allah al-Dzati yang bukan suara, bukan huruf-huruf, dan bukan bahasa.

Allah memerintahkan Malaikat Jibril mengambil apa yang tercatat di Lauhul Mahfuz untuk diturunkan kepada nabi-nabiNya. Maka Jibril menurunkan seperti mana yang diperintahkan oleh Allah kepada nabi-nabi yang diberikan kitab contohnya Nabi Muhammad. Jibril membacanya yaitu al-Quran dengan huruf dan suara dalam Bahasa Arab yang didengar oleh Nabi Muhammad, kemudian Nabi pula membacanya kepada para Sahabat sehinggalah sampai kepada kita sekarang.

Kedua : (al-Kalam adz-Dzati) maka jelas ia bukan makhluk.

Al-Qur’an dalam pengertian Kalam Allah ad-Dzati. Artinya dalam pengertian salah satu sifat Allah yang wajib kita yakini, yaitu sifat al-Kalam. Sifat Kalam Allah ini, sebagaimana seluruh sifat-sifat Allah lainnya, tidak menyerupai makhluk-Nya. Sifat Kalam Allah tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, serta tidak menyerupai sifat kalam yang ada pada makhluk. Sifat kalam pada makhluk berupa huruf-huruf, suara dan bahasa. Adapun Kalam Allah bukan huruf, bukan suara dan bukan bahasa.




Catatan :
Al-Qur’an baik dalam pengertian pertama maupun dalam pengertian kedua tetap disebut “Kalam Allah”. Kita tidak boleh mengatakan secara mutlak; “al-Qur’an Makhluk”, sebab pengertian al-Qur’an ada dua; dalam pengertian al-Lafzh al-Munazzal dan dalam pengertian al-Kalam adz-Dzati, sebagaimana di atas

Saya lebih menekankan kalam an-Nafsi karena agar kita tidak terjerumus kepada pemahaman yang salah, sedangkan kalam al-Lafdzi itu sendiri merupakan implementasi dari kalam an-Nafsi dalam bentuk suara dan huruf yag kita kenal sekarang Al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri pada hakikatnya merupakan kalam an-Nafsi.


Wallahu a’lam 


Disarikan  dari beberapa situs seperti dan lainnya :
  1. Mutiara Zuhud, 
  2. Singkirkan Kepalsuan dan 
  3. Legenda Tauhid


Post a Comment

0 Comments