Gambar dari Generasi Muslim Aswaja |
Bismillahirrahmaanirrahiim - Telah diketahui bersama bahwa Al-Qur'an tidak diturunkan secara sekaligus kepada Nabi Muhammad SAW, melainkan diturunkan secara berangsur-angsur dan disampaikan kepada Beliau SAW melalui perantara malaikat jibril AS. Oleh karena itulah pada Baginda Rasul SAW masih hidup Mushaf belum terkumpul karena ayat-ayat tersebut masih tersebar dan disimpan oleh para sahabat seperti di pelepah kurma, kulit binatang maupun ingatan-ingatan para sahabat. Baru pada masa kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar Asshidiq lembaran-lembaran tersebut dikumpulkan dan pada masa kekhalifahan Sayydina Utsman bin Affan Ra lah mushaf itu disebarluaskan.
Adapaun bahasan kali ini adalah runtutan masa pengumpulan mushaf Al-Qur'an dari masa Sayyidina Abu Bakar Asshidiq Ra hingga Masa Sayyidina Ali Ra.
Masa Kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar Asshidiq Ra. dan Sayyidina Umar Bin Khattab Ra.
Lembaran-lembaran yang berisikan ayat-ayat Al-Qur'an yang ada di pelepah kurma, kulit hewan dll mulai dikumpulkan oleh Sayyidina Abu Bakar menjadi satu mushaf. Hal ini dikarenakan pada masa itu, terjadi perang Yamamah yang membuat banyak sahabat penghafal Alquran gugur sebagai syuhada, sehingga Sayyidina Umar berinisiatif dan meminta kepada Khalifah untuk membukukan Al-Qur'an agar ayat-ayat Alquran tidak hilang bersama dengan gugurnya para sahabat.
Menurut pengakuan Zaid bin Tsabit dalam sebuah riwayat, Umar bin Khattab menghadap Abu Bakar mengadukan apa yang terjadi. Dalam benak Sayyidina Umar muncul kekhawatiran lenyapnya Alquran karena semakin banyak sahabat yang gugur. Beliau kemudian menyampaikan usul agar Alquran yang masih dalam lembaran-lembaran disusun dalam sebuah mushaf. Sayyidina Abu Bakar sempat menolak usulan ini karena Rasulullah SAW tidak pernah melaksanakan maupun mengamanatkan hal itu.
Tidak sekali Abu Bakar menolak usulan itu. Seiring berjalannya waktu, jiwa dan pikiran Abu Bakar dibukakan oleh Allah sehingga akhirnya menyetujui usulan Umar untuk membukukan ayat-ayat Alquran.
Sayyidina Abu Bakar kemudian mengundang Zaid bin Tsabit dan rencananya ditunjuk sebagai ketua pelaksana pengumpulan lembaran-lembaran Alquran. Tetapi, reaksi Zaid sama seperti Abu Bakar sebelumnya.
Zaid menolak dengan berkata di depan Abu Bakar dan Umar, " Bagaimana kalian akan melakukan satu hal di mana Rasulullah SAW sendiri tidak pernah melaksanakan serta memberikan janji apapun tentang itu?"
Sayyidina Abu Bakar kemudian berusaha terus memberikan pemahaman kepada Zaid mengenai ide penyusunan mushaf. Akhirnya, Zaid pun bisa sepaham dengan Abu Bakar dan Umar.
Meski demikian, Zaid merasa pengumpulan lembaran-lembaran Alquran bukanlah tugas ringan. Bahkan, Zaid sampai mengandaikan tugasnya jauh lebih berat daripada memindahkan gunung.
والله لو كلفوني نقل الجبال لكان أيسر من الذي كلّفوني
Artinya : Demi Allah, jika mereka menyuruhku untuk memindahkan gunung-gunung, pasti lebih mudah dari pada menjalani satu hal yang mereka kehendaki pada diriku ini. (Abu Amr Ad Dani, Al Muqni’ fi Rasmi Mashahifil Amshar (Maktabah Syamilah), juz 1, hlm, 1).
Dibantu sejumlah sahabat, Zaid mencurahkan perhatiannya secara penuh terhadap pengumpulan ayat-ayat Alquran, baik yang tertulis di pelepah kurma, kulit, tulang-tulang hewan dan lain-lain. Lembaran demi lembaran yang berhasil dia kumpulkan kemudian diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar Asshidiq hingga sang Khalifah wafat.
Misi tersebut kemudian dilanjutkan oleh Sayyidina Umar yang menjadi Khalifah kedua. Sepeninggal Sayyidina Umar, mushaf yang sudah dikumpulkan dijaga oleh Hafsah.
Masa Kekhalifahan Sayyidina Utsman Bin Affan Ra.
Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Syihab, ada kisah dari Anas bin Malik, yang menyatakan Hudzaifah ibnul Yaman pernah menemui Khalifah Utsman bin Affan. Di hadapan Sayyidina Utsman, Hudzaifah menyampaikan kegelisahannya mengenai banyaknya sahabat yang berselisih mengenai Alquran.
" Ya Amirul Mu'minin, Sungguh aku telah mendapatkan informasi, banyak orang yang berselisih tentang masalah Alquran sebagaimana perselisihan orang Yahudi Nasrani. Hingga ada orang yang berani berdiri dengan lantang, 'Ini adalah bacaan fulan'," kata Hudzaifah.
Menurut cerita Ibnu Syihab dalam versi lain, ia mendengar satu kisah dari Anas. Sahabat Hudzaifah ibnul Yaman pernah mendatangi Sayyidina Usman di saat ia sudah menjabat sebagai khalifah sedangkan waktu itu banyak orang yang terbunuh dalam huru-hara di Armenia.
Mendengar hal itu, Sayyidina Utsman meminta Hafsah, istrinya yang juga putri Rasulullah, untuk membawakan mushaf yang sudah selesai dikumpulkan. Utsman kemudian mengutus lima orang sahabat untuk menyalin redaksi Al-Qur'an menjadi satu, yang kemudian dikenal dengan kaidah Rasm Usmani (gaya penulisan Alquran ala Khalifah Utsman). yaitu :
- Zaid bin Tsabit
- Abdullah bin Umar
- Abdullah bin Zubair
- Ibnu Abbas
- Abdullah bin Haris
*Dalam riwayat lain 4 orang, yaitu : Zaid bin Tsabit dari Anshar. Kemudian dari Quraisy, yaitu Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits.
Dari kumpulan lembaran manuskrip tersebut, oleh Sayyidina Utsman meminta untuk disalin redaksinya menjadi satu. Sehingga dengan inisiasi penulisan ini dikenal masyarakat dengan kaidah Rasm Utsmani (tulisan ala Khalifah Utsman).
Kala itu, Sayyidina Utsman berpesan kepada kelompok yang berasal dari kabilah Quraisy, “Jika kalian menemukan ada perbedaan tata tulis antara kalian dengan Zaid, ikutilah model kepenulisan orang suku Quraisy. Sesungguhnya Al Qur’an itu diturunkan sesuai dengan lisan Quraisy.
Gayung bersambut. Antara kelompok klan Quraisy dengan Zaid ibn Tsabit sebagai ketua tim penulisan di lapangan bisa menyatukan antara kedua belah pihak. Akhirnya clear.
Tinggal ada satu kalimat yang mengganjal, yaitu kepenulisan kata “at tabut”, ditulis dengan التابوت sesuai dengan orang Quraisy atau التابوه menyesuaikan dengan Zaid.
Kali ini Zaid tidak mau mengikuti orang Quraisy. Begitu pula sebaliknya. Akhirnya, setelah dilaporkan kepada Usman, Sang Khalifah memutuskan memakai tulisan التابوت.
Satu masalah lagi tersisa yang hampir buntu di tangan Zaid. Dia pernah mendengar satu ayat, namun ayat ini tidak ia temukan dalam manuskrip-manuskrip yang ada.
Ia cukup bingung mengalami hal ini. Beruntung, Zaid mendapatkannya dari salah satu sahabat anshar. Namanya Khuzaimah ibn Tsabit.
Ayat tersebut adalah
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Riwayat lain menyebut ayaat tersebut adalah
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ
Setalah tertulis ulang, mushaf-mushaf ini lalu dikembalikan lagi ke tangan Hafshah.
Orang-orang yang memiliki catatan langsung dari Rasulullah SAW mendatangi tim tersebut dan mengujinya dengan pedoman mushaf dari zaman Sayyidina Abu Bakar Asshidiq. Setelah selesai Mushaf Utsmani ditulis, Zaid bin Tsabit membacanya berkali-kali sebelum mushaf itu disalin. Khalifah Utsman juga ikut mengoreksi dan membacanya untuk memperkuat validitas mushaf induk tersebut.
Setelah selesai Mushaf Utsmani dibuat, Utsman bin Affan mengirim beberapa salinan dari mushaf induk ke wilayah-wilayah dalam kekuasaannya. Para ulama berbeda pendapat berapa jumlah mushaf yang ditulis Utsman. Pendapat yang mahsyur menyebutkan bahwa mushaf Alquran diperbanyak menjadi lima. Di kirim ke Makkah, Madinah, Kufah, Syam, dan satu lagi dipegang oleh Utsman sendiri. itulah yang kemudian dikenal dengan mushaf Al Imam.
Selain itu, ada juga pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa mushaf tersebut digandakan menjadi enam. Empat di antaraya dikirim ke Makkah, Syam, Kufah, dan Bashrah, satu di Madinah. Mushaf itu dinamakan Al Madani Al’Aam. Dan satu lagi dipegang Sayyidina Utsman.
Setiap mushaf yang dikirim itu disertai dengan pengajar yang mengajarkan kaum muslimin cara membacanya berdasarkan hadits-hadits shahih dan mutawatir. Adapun pengajar tersebur adalah sebagai berikut :
- Abdullah bin Sa’ib mengajarkan mushaf yang dikirim ke Mekkah
- Mughirah bin Syiab mengajar di Syam
- Abu Abdurrahman Sulami di Kufah
- Amir bi Qash di Bashrah
- Zaid bin Tsabit di Madinah.
Kemudian Sayyidina Utsman memerintahkan agar mushaf yang berbeda dihilangkan denga cara dibakar atau dicuci dengan air sampai tinta-tintanya hilang. Hal ini bertujuan agar kaum muslimin bersatu dalam satu mushaf.
Masa Kekhalifahan Sayyidina Ali Ra.
Pemeluk agama Islam semakin hari semakin meluas. Pada periode Khalifah Ali Ra, terdapat pemuka tabi’in bernama Abu Aswad Ad Duali. Satu saat, ia mendengar salah seorang membaca Al Qur’an dengan harakat yang salah.
أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ
namun dibaca
أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهُ
Hanya berbeda harakat sedikit saja antara yang atas berarti “Sesungguhnya Allah dan Rasulnya berlepas diri dari orang-orang yang menyekutukan Allah”
Akan tetapi yang bawah mempunyai arti “Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang yang menyekutukan Allah dan Rasulnya”. Ini sangat fatal dan substantif.
Kemudian, oleh Khalifah Ali Ra, Abu Aswad ini diminta untuk membuat kaidah-kaidah yang terkenal dengan istilah ilmu nahwu termasuk memberi kode harakat yang waktu itu menggunakan titik. Titik di awal sebagai dhammah, titik di atas sebagai ganti harakat fathah dan titik di bawah sebagai kasrah.
Temuan Abu Aswad ini digunakan hingga periode Al Khalil ibn Ahmad Al Farahidi.Al Khalil lalu menyempurnakan detail harakat dan titik secara total. Supaya tidak ada kekeliruan. Mengingat, sebelumnya titik hanya sebagai lambang harakat, bukan titik yang kita kenal sekarang. Misalnya, فاقبلوا jika ditulis tanpa titik bisa terbaca فاقتلوا.
Imam Khalil ini menyempurnakan kaidah-kaidah titik seperti ba’ titik satu di bawah, tsa’ tiga titik di atas dan lain sebagainya. Adapun harakat tidak lagi menggunakan titik, namun bergantni model. Dlammah ada kepala melingkar di ujung, kasrah berupa garis di bawah dan lain sebagainya.
Kesimpulannya, inisiator pengumpulan Al Qur’an adalah Sayyidina Umar Ra. Yang menginstruksikan Sayyidina Zaid untuk mengumpulkan adalah Sayyidina Abu Bakar. Peletak gagasan penulisan adalah Sayyidina Utsman. Abu Aswad Ad Duali adalah inisiator ilmu nahwu atas rekomendasi Ali sekaligus memberi tanda i’rab yang diwakili dengan titik. Sedangkan Al Khalil bin Ahmad Al Farahidi adalah penyempurna kode-kode harakat dan titik dalam Al Qur’an. Wallahu a’lam Bisshowab.
Referensi :
https://islami.co/sejarah-pembukuan-dan-peletakkan-harakat-al-quran-bagian-2-habis/
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/12/12/p0ueqt313-awal-mula-khalifah-utsman-satukan-bacaan-alquran
0 Comments